CYBERCRIME itu apa?!

Banyak sekali kejahatan dalam dunia maya, akankah Anda sadari..

CYBERLAW

Hukum-hukum yang mengatur dalam dunia maya

KASUS "Pembobolan Situs KPU"

ada tanggal 17 April 2004, nama-nama partai yang ada berubah dengan nama-nama buah dalam www.kpu.go.ig

Karakteristik CYBERCRIME

Kejahatan kerah biru dan kerah putih waspadai.

Cara Pencegahan CYBERCRIME

Perlunya meningkatkan keamanan agar tidak terjamah oleh kejahatan.

Kamis, 27 Juni 2013

Cara Pencegahan



  • Penggunaan Firewall. Tujuan utama dari firewall adalah untuk menjaga agar akses dari orang tidak berwenang tidak dapat dilakukan. Program ini merupakan perangkat yang diletakkan antara internet dengan jaringan internal. Informasi yang keluar dan masuk harus melalui atau melewati firewall. Firewall bekerja dengan mengamati paker Intenet Protocol (IP) yang melewatinya.
  • Penggunaan SSL (Secure Socket Layer). Ini akan berfungsi untuk menyandikan data.
  •  Menutup service yang tidak digunakan.
  •  Adanya sistem pemantau serangan yang digunakan untuk mengetahui adanya tamu/seseorang yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).   
  • Melakukan back up secara rutin.
  •  Adanya pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire. Program ini dapat digunakan untuk memantau adanya perubahan pada berkas.

Hukuman



Dani Hermansyah kemudian dihukum 6 bulan 21 hari yang didasarkan pada UU RI No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 22 c, pasal 38, pasal 50.
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi :
          a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
          b .akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
          c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Pasal 38
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Dampak Kasus



Bagi Masyarakat :
1.      Kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu menjadi berkurang.
2.      Berubahnya nama partai di dalam website, maka bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan bisa diubah.
Bagi Pemerintah :
1.      Telah terbukti tingkat keamanan pemerintah seperti website pemerintahan ini kurang baik sehingga masih bisa dibobol oleh orang lain.
2.      Citra yang dimiliki pemerintah jadi buruk karena masyarakat jadi kurang percaya.

Modus dan Motif



Adapun modus dari tindakan Dani Firmansyah ini adalah “Unauthorized Access to Computer System and Service” dan “llegal Contents” dan dalam dunia underground sering disebut dengan nama “Deface” jenis “Half of Page”.
Motif Dany  melakukan pembobolan situs KPU ini karena ia tertantang dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja TI KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi. Saat itu, Chusnul mengatakan sistem TI seharga Rp152 miliar itu sangat aman dan tidak akan bisa ditembus hacker. Oleh karena itu, Dani mengetes sistem keamanan server tnp.kpu.go.id dengan cara XSS atau Cross Site Scripting dan SQL Injection.

Kronologi Penangkapan


KPU melapor polisi dan segera polisi pun segera bertindak. Enam anggota satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya berangkat ke Yogyakarta guna mengecek alamat IP yang didapat dari data KPU. Menurut data itu, pelaku melakukan kegiatan dari IP Address 202.158.10.117 dan berupaya menambah tulisan. Penyidik melacak pemilik blok IP Address melalui arin.net dan situs www.apnic.net/apnicbin/whois.

Kronologi Pembobolan


Serangan terhadap TI KPU itu dilakukannya sebanyak dua kali.
1.    16 April 2004 sekitar pukul 01.43 WIB.
·         tes terhadap sistem keamanan kpu.go.id melalui XSS (cross site scripting) dari IP 202.158.10.117.
·          menggunakan internet protocol (IP) public PT Danareksa.
·          serangan pertama itu gagal.
·         menggunakan IP milik Warna Warnet yang berada di Jl Kaliurang km 8, Yogyakarta.
·         menggunakan nama XNUXER.

2. 17 April 2004 pukul 03.12 WIB
·         menyerang lagi server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL Injection (menyerang dengan cara memberi perintah melalui program SQL).
Contoh:
http://tnp.kpu.go.id/DPRDII/dpr_dapil.asp?type=view&kodeprop=1&
kodeprop=1&kodekab=7;UPDATE partai set nama='partai
dibenerin dulu webnya' where pkid=13;. Penambahan kode SQL
tersebut telah menyebabkan perubahan pada salah satu nama
partai di situs TNP KPU menjadi 'partai dibenerin dulu webnya'
Terdakwa berhasil melakukan perubahan pada seluruh nama partai
di situs TNP KPU pada jam 11:24:16 sampai dengan 11:34:27.
Perubahan ini menyebabkan nama partai yang tampil pada situs
yang diakses oleh publik, seusai Pemilu Legislatif lalu, berubah
menjadi nama-nama lucu seperti Partai Jambu, Partai Kelereng,
Partai Cucak Rowo, Partai Si Yoyo, Partai Mbah Jambon, Partai
Kolor Ijo, dan lain sebagainya.

UU ITE



Masalah cybercrime di Indonesia adalah sebagai berikut: 

  • Indonesia meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce)
  • Indonesia menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah China, Vietnam, dan Ukraina (International Data Corp)
  • Beberapa cracker Indonesia tertangkap di luar negeri, singapore, jepang, amerika, dsb
  • Beberapa kelompok cracker Indonesia ter-record cukup aktif di situs zone-h.org dalam kegiatan pembobolan (deface) situs
  • Kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
  • Sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun (AKKI)
  • Layanan e-commerce di luar negeri banyak yang memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun alhamdulillah, sejak era tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk payment gateway semacam PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari Indonesia dan dengan credit card Indonesia
Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking.
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut:
  • Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
  • Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
  • UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
  • Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
    • Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
    • Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
    • Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
    • Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
    • Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
    • Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
    • Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
    • Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
PASAL KRUSIAL
Pasal yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27-29, wa bil khusus Pasal 27 pasal 3 tentang muatan pencemaran nama baik. Terlihat jelas bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita kebencian, permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi di daftar  perbuatan yang dilarang menurut UU ITE. Bahkan sampai melewatkan masalah spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat mengganggu di transaksi elektronik. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga dipermasalahkan juga oleh Dewan Pers bahkan mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi. Perlu dicatat bahwa sebagian pasal karet (pencemaran, penyebaran kebencian, penghinaan, dsb) di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
Para Blogger patut khawatir karena selama ini dunia blogging mengedepankan asas keterbukaan informasi dan kebebasan diskusi. Kita semua tentu tidak berharap bahwa seorang blogger harus didenda 1 miliar rupiah karena mempublish posting berupa komplain terhadap suatu perusahaan yang memberikan layanan buruk, atau posting yang meluruskan pernyataan seorang “pakar” yang salah konsep atau kurang valid dalam pengambilan data. Kekhawatiran ini semakin bertambah karena pernyataan dari seorang staff ahli depkominfo bahwa UU ITE ditujukan untuk blogger dan bukan untuk pers  Pernyataan ini bahkan keluar setelah pak Nuh menyatakan bahwa blogger is a part of depkominfo family. Padahal sudah jelas bahwa UU ITE ditujukan untuk setiap orang.
YANG TERLEWAT DAN PERLU PERSIAPAN DARI UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:
  • Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi, dsb
  • Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya
  • Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak
  • Terakhir ada yang cukup mengganggu, yaitu pada bagian penjelasan UU ITE kok persis plek alias copy paste dari bab I buku karya Prof. Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Kalaupun pak Ahmad Ramli ikut menjadi staf ahli penyusun UU ITE tersebut, seharusnya janganlah terus langsung copy paste buku bab 1 untuk bagian Penjelasan UU ITE, karena nanti yang tanda tangan adalah Presiden Republik Indonesia. Mudah-mudahan yang terakhir ini bisa direvisi dengan cepat. Mahasiswa saja dilarang copas apalagi dosen hehehehe
KESIMPULAN
UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Cakupan UU ITE luas (bahkan terlalu luas?), mungkin perlu peraturan di bawah UU ITE yang mengatur hal-hal lebih mendetail (peraturan mentri, dsb). UU ITE masih perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga tidak ada pasal karet yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak produktif
Download materi lengkap: romi-uuite-fasilkomui-24april2008.zip
Download UU ITE: uu-ite.zip
UPDATE (25 April 2008): UU ITE telah mendapatkan nomor dan ditandatangani oleh Presiden SBY pada tanggal 21 April 2008. UU ITE menjadi UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara No 58 dan Tambahan Lembaran  Negara No 4843

Asas - asas Cyberlaw



Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
  1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
  2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  3. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
  4. Passive Nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  5. Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
  6. Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.

Perkembangan Cyberlaw


Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan telah internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.

Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :

  1. Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait. Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
  2. Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
  3. Aspek hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
  4. Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
  5. Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
  6. Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
  7. Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus meningkat sejak paruh tahun 90′an.

Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :

  •     Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet.
  •     Perjanjian pembuatan desain home page komersial.
  •     Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server.
  •     Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet.
  •     Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial.
  •     Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.

Tetapi dalam satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :

27. Illegal Contents

  1.     Muatan yang melanggar kesusilaan (Pornograph)
  2.     Muatan perjudian ( Computer-related betting)
  3.     Muatan penghinaan dan pencemaran nama baik
  4.     Muatan pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)

28. Illegal Contents

    Derita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (Service Offered fraud)
    Informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA).

29. Illegal Contents

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

30. Illegal Access

    Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
    Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
    Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

31. Illegal Interception

    Intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
    Intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

32. Data Leakage and Espionage

Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

33. System Interference

Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

34. Misuse Of Devices

Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi cybercrime, sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.

35. Data Interference

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Ruang Lingkup Cyberlaw



Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup cyberlaw ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau  aspek hukum dari:
  1. E-Commerce,
  2. Trademark/Domain Names,
  3. Privacy and Security on the Internet,
  4. Copyright,
  5. Defamation,
  6. Content Regulation,
  7. Disptle Settlement, dan sebagainya.

Definisi Cyberlaw


Cyber Law adalah sebuah aturan yang berbentuk hukum yang di buat khusus untuk dunia digital atau internet. Dengan makin banyak dan berkembangnya tindak kriminal dan kejahatan yang ada di dunia internet, maka mau tidak mau hukum dan aturan tersebut harus di buat. Cyberlaw sendiri ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. CyberLawsendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.